Kediri DOR Group

Anti Korupsi

Jumat, 23 Desember 2011

Kasus Penerimaan 231 PTT “Masuk” Peti Es Polresta Kediri

KEDIRI, Koran DOR -  TENTU masih segar dalam ingatan, terkait dugaan skandal kasus penerimaan 231 Pegawai Tidak Tetap (PTT) / Guru Tidak Tetap (GTT) illegal oleh Dinas Pendidikan Kota Kediri tahun 2009 lalu. Diduga kuat, keterlibatan anggota DPRD setempat dalam kasus ini., sangat memperngaruhi penyidik Pores Kediri Kota dalam menanganinya. Akibatnya, meskipun sudah cukup lama, namun hingga kini terkesan berjalan di tempat serta kian belum jelas ujung pangkalnya.  
Penyidik Polres Kediri Kota terkesan memperlambat kasus yang merugikan rakyat ini. Apakah rumitnya birokrasi atau banyaknya aturan pendukung yang seolah melegalkan tindakan aparatur Pemerintah Kota Kediri tersebut? Seperti diketahui, Instruksi Walikota Kediri No. 02/2009, tentang Aturan Rekrutman Pegawai Teknis Pendukung Kegiatan, yang merujuk PP No. 48/2005 dirubah dengan PP No. 43/2007, tentang adanya larangan bagi kepala daerah merekrut CPNS dari tenaga honorer. Namun dalam salah satu klausula dalam aturan tersebut, kepala daerah merekrut pegawai pendukung teknis kegiatan. 
Dalam Instruksi Walikota Kediri tersebut jelas tergambar, bahwa apabila kepala dinas / atau kepala satuan kerja akan merekrut pegawai pendukung teknis kegiatan, haruslah ada kajian komprehensif/ Dalam kajian tersebut tentunya dianalisa, apakah Dinas Pendidikan Kota Kediri benar–benar membutuhkan ratusan pegawai tidak tetap? Tentunya diharus dihitung dengan anggaran untuk membayarnya. Hal tersebut dirumuskan dalam Rencana Kebutuhan Anggaran.

Kajian komprehensip itulah semestinya bisa dijadikan dasar oleh Penyidik, bagaimana sehingga hal ini bisa terjadi? Sebab alam APBD Kota Kediri tahun 2011 dianggarkan juga untuk program serupa senilai Rp 346.500,000,- namun tidak juga dilaksanakan hingga saat ini. Bagaimana hal tersebut tidak terjadi, dimana Pemkot Kediri terkesan copy paste dalam menyusun RAPBD tersebut. Atau sama artinya ‘membekukan” uang rakyat, sebagai akibat kesalahan menyusun rancangan.

Diketahui, historis dari 231 orang itu, dahulu telah direkrut dan ditempatkan di masing-masing UPTD–UPTD di lingkungan Dinas Pendidikan Kota Kediri, dengan berbekalkan surat tugas (SK) yang diterbitkan oleh mantan Plt Kepala Dindik, yang saat ini setatusnya sebagai tersangka. Kemudian SK itu dipergunakan untuk menghadap kepada Kepala UPTD-UPTD..

Berdasar informasi dan data berhasil dihimpun Koran DOR, menyebutkan, tiap-tiap SK yang diberikan kepada 231 orang itu di hargai Rp 20-90 juta. Namun dihadapan penyidak, para PTT itu enggan untuk memberikan keterangan di kepolisian, karena mereka sudah dijanjikan bakal diangkat sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS).

Anehnya, para PTT  tidak diberikan honor atau upah oleh institusi yang ditempatinya itu. Alasannya, mereka bekerja dengan suka rela. Meski tak mendapatkan upah, sejumlah PTT tersebut tetap bekerja selayaknya pegawai negeri atau aparatur pemerintah Kota Kediri lainnya. Padahal, sejatinya mareka semua mendapat upah dari Pemerintah Kota Kediri. Karena, honor mareka dianggarkan memelalui APBD Kota Kediri, anggaran tahun 2009.

Dimana, masing-masing PTT/GTT menerima  upah sebesar Rp. 131.250.000,. Kendati demikian, dana tersebut tidak bisa terserap dan diberikan kepada 231 orang tersebut. Pasalnya, proses atau mekanisme pengrekrutan mareka tidak benar. Sehingga anggaran tersebut masuk dalam silva APBD Kota Kediri 2010.

Padahal, pihak penyidik korp berbaju coklat itu sudah melakuan pemanggilan saksi-saksi, baik dari pemerintahan maupun dewan untuk dimintai keterangan. Bahkan sudah ada yang ditetapkan oleh pihak penyidik sebagai tersangka, sebut saja Drs Edy Purnomo, M.Si, Staf ahli Walikota Kediri. Dia adalah mantan (Plt) Kepala Dinas Pendidikan  Kota Kediri kala itu.        
Berdasar informasi yang dihimpun Koran DOR, sedikitnya delapan kalangan wakil rakyat yang sudah diperiksa unuk dimintai keterangan yakni, Ketua DPRD, Wara Reni S Pramana dan tujuh anggotanya, Huda Salim, Muhaimin, Sholahudin Faturohman, Andrean Sayogo, Nuruddin Hasan, Ni Made Susilawati dan Sriana. Tentunya, penyidik sudah mendapatkan cukup keterang terkait motif dari dugaan skandal kasus pengrekrutan 231 PTT/GTT tersebut. Sebab, mareka  semua adalah pembahas rancangan dan kemudian yang mengesahkan.

Sekedar diketahui, Pihak Polres Kediri Kota sempat mengumbar janji pada publik, akan menuntaskan pemeriksaan terhadap delapan orang Anggota DPRD setempat yang diduga terlibat dalam skandal penerimaan 231 Pegawai Tidak Tetap (PTT) illegal oleh Dinas Pendidikan (Disdik) tahun 2009. Nyatanya, hingga sekarang malah sebaliknya, seakan hilang bak ditelan bumi, tak jauh beda seperti dugaan skandal kasus CPNS 2009, yang telah lenyap begitu saja.

Penyidik Lamban

Hal tersebut kini memantik simpati Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), praktisi hukum serta masyarakat Kota Kediri umumnya. Mareka menilai, perkembangan proses penyidikan ditengarai tidak optimal, dan ada indikasi “permainan” yang menjurus ke pengkondisian, supaya dugaan kasus tersebut tak dilanjutkan. Pasalnya, dugaan skandal rekrutmen PPT sebapnya 231 orang itu, penanganannya sudah terhitung cukup lama berada  di Polres Kediri Kota, namun nyatanya hingga sekarang belum ada kejelasannya.

Sebagaimana dikemukakan oleh Tjipto Adi Prasetyo SH, selaku pucuk pimpinan Lembaga Pembangunan Masyarakat Madani (LPMM) Kediri, pihaknya mengangap bahwa mandegnya penanganan dugaan skandal kasus PTT/GTT 2009/2010 di Dindik Kota Kediri, ditengarai akibat adanya  permainan yang mengarah pada pengkondisian perkara.

“Informasi yang kami terima, ada beberapa pihak yang diduga keras terlibat di dalamnya, diantaranya, Wali Kota Kediri, dan delapan anggota DPRD yang sudah di periksa,” ungkapnya, Kamis (8/12) pekan lalu.

Pihaknya mendesak, pada aparat penegak hukum yang menangani dugaan kasus itu, adanya penaganan konkrit, hakiki, tidak pilih dan segera mungkin, tersangka dalam kasus tersebut dilakukan penahanan.

Di tempat terpisah, penyataan senada juga dilontarkan oleh Budi Nugroho SH, sorang praktisi hukum sekaligus Ketua Umum Komite Independen Pemantau Pejabat dan Parlemen, (KIPP) Indonesia,  bahwa penaganan dugaan skandal pengrekrutan PTT/GTT sebanyak 231 itu, sangatlah lamban, serta terkesan ada permainan dan patut dipertanyakan.

“Dalam kasus yang melibatkan Dinas Pendidikan Kota Kediri, yang sudah kita pantau ada juga saksi-saksi dari DPRD 8 orang. Apagunanya pemangilan anggota dewan tersebut   kalau perkara tersebut tidak dilanjutkan. Saya selaku praktisi hukum, bertanda Tanya keras ada apa dan mengapa dibalik itu,” ucapnya penuh tanya.

Negro, sapan akrab Budi Nugroho SH, menyingung kinerja dan kridebelitas dari Polres Kediri Kota, terkait banyaknya kasus besar yang pernah ditanganainya, kemudian  hingga sekarang tak ada jeluntrungya. Dia menyebutkan, setidaknya ada beberapa dugaan kasus besar yang tak jelas itu diantaranya,  perkara P2SEM Uniska BKS dan PTT, Polres Kediri Kota belum signifikan dan sangat lamban dalam melakukan penyidikan. ”Kalau memang tidak mampu melakukan pemeriksaan, maka seyogianya bisa melimpahkan ke Tipikor Polda Jatim atau melimpahkan penanganannya kepada Kejari Kota Kediri,” tegasnya.

Informasi yang ada, lanjut Negro, Kasus PPT yg melibatkan Edi Purnomo tersangka penyalahgunaan wewenang dalam jabatan sebagaimana yang dimaksut dalam undang-undang korupsi nomer 31 tahun 1999, pihak penyidik Tipikor belum mengambil langkah tentang percepatan penanganan perkara tersebut sebagaimana diatur dalam PP.

Yang sudah jelas dalam menentukan tersangka dan penyidik secepatnya memangil untuk diperiksa guna melengkapi berita acara pemeriksaan dan diangkat dalam persidangan. Bila mana penyidiktidak cukup bukti seharusnya menghentikan proses penyidikan tersebut, jgan sampai diambangkan atau terlantarkan. Karena akan bertentangan dengan Peraturan Kapolri No. 12/2009  tentang Pengawasan dan Pengendalian Penanganan Perkata Pidana di Lingkungan Polri..

Kalau memang penyidik belum juga belum bisa menentukan siapa yang dirugikan, ada cara pintu masuk untuk mengungkap dugaan kasus tersebut yaitu dengan memangil mareka-mareka yang telah membayar untuk masuk menjadi pegawai. Dari situ bisa dilihat, siapa-siapa yang sudah menjadi pegawai2- pegawai tersebut. Maka dari pemangilan mareka-mareka bisa didapat keterangan, berapa besar mareka membayar.

Menurutnya, dia menambahkan, praktisi hukum itu bisa dikategorikan penyuapan atau gratifikasi. Karena yang dberi adalah oknum2 pejabat Negara. “Langkah saya sebagai praktisi hukum akan mempraperadilankan pihak penyidik yang notabenya belum jelas dalam menangani perkara tindak pidana perkara korupsi ini,” pungkasnya.

Sementara, dikonfirmasikan wartawan Koran ini perihal kelanjutan penanganan dugaan skandal kasus pengrekrutan PPT/GTT itu, Kapolres Kediri Kota Kota melalui Kasubag Humas. AKP Surono,tampaknya enggan komentar. “Maaf saya masih ada acara,“ katanya melalui Short Message Service (SMS), Kamis, (8/120) pekan lalu.   (wan)
Read more »

Miliaran Rupiah Proyek Di Disdikpora Pemkab Kediri 2011 Ditengarai Jadi Banca’an

KEDIRI, Koran DOR - PATUT diduga, penanganan ratusan paket pekerjaan proyek bernilai miliaran rupiah di  Disdikpora Pemkab Kediri, semrawut dan tak prosedur. Kendati demikian, beberapa oknum pejabat yang berkompeten menangani pekerjaan proyek tahun anggaran 2011, itu dengan percaya diri serta seakan tak punya dosa, acap kali berkata, “sudah sesuai prosedur”. Nyatanya tak sesuai dengan kenyataan di lapangan. 

Berdasarkan informasi, data yang dihimpun serta pantauan di lapangan, ada beberapa proyek yang dikelola oleh Dinas Pendidikan dan olah Raga (Disdikpora) Pemkab Kediri, tahun anggaran 2011, diduga tidak sesuai dengan besaran tehknis (bestek) dan Rencana Anggaran Belanja (RAB) yang ada. 

Sebagaimana dikemukakan sumber Koran DOR, pekerjaan proyek Dindikpora Pemkab Kediri, di tahun ini, ibarat sebuah “Tumpeng”` kenduri yang dibuat `bancakan` oleh beberapa oknum pejabat setempat beserta  oknum anggota DPDR Kab.Kediri. Oknum Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) juga tak mau ketingalan untuk mendapatkan jatah tumpeng tersebut.

“Hampir semua kebagian Mas, masak Sampeyan tidak kebagian,” ungkap sumber dari kalangan kontraktor yang mendapatkan banyak paket proyek PL (Penunjukkan Langsung) dari Disdikpora Pemkab Kediri, seraya mengetakan, bahwa dewan juga banyak yang membawa bendera dan minta bagian proyek. .

Perlu diketahui, bahwa Disdikpora Kab Kediri, pada tahun anggaran 2011 mendapatkan kucuran dana miliaran rupiah. Anggaran tersebut peruntukkannya adalah guna pembangunan gedung/rehab dan juga beberapa pekerjaan lain yang berhubungan dengan perlengkapan sarana dan prasarana lembaga pendidikan di bawah naungan Dinas Pendidikan Pemuda Dan Olah Raga Dinas pendidikan kabupaten Kediri.

Hanya saja, ratusan paket proyek , yang terdiri dari proyek lelang/tender dan proyek PL (Penunjukan Langsung) tersebut, diprediksi banyak pihak, bahwa pada akhirnya akan menuai masalah, lantaran penangannya yang tidak professional dan keluar dari rel aturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah, yakni Perpres 54 tahun 2010 tentang Pengadaan Barang Dan Jasa Pemerintah.

Rumor tak sedap yang berasal dari tokoh masyarakat dan dari kalangan pengamat birokrasi atas pelaksanaan ratusan paket proyek pekerjaan di dinas ini memang belum mencuat ke permukaan. Hanya saja, apabila ternyata pelaksanaan pekerjaan tersebut keluar dari rel aturan dan hasil finalnya tidak sesuai dengan yang ditentukan, tentu saja masalahnya akan berbuntut panjang, bahkan bisa juga menjadi masalah besar bagi oknum Disdikpora Pemkab Kediri.

Sumber Koran DOR lainnya  mengatakan, bahwa dalam membagi-bagi proyek, pejabat Disdikpora Pemkab Kediri yang membidangi pekerjaan tersebut (PPK) membuat aturan 1 (satu) bendera/CV hanya dapat jatah 1 (satu) paket pekerjaan. Munglin tujuannya demi pemertaan. Namun hal itu tidak dapat dibenarkan, oleh karena baik proyek PL (Penunjukkan Langsung) maupun pekerjaan proyek yang harus melalui lelang tender, ada aturan dan ketentuan yang harus dipatuhi.

Sehingga apabila aturan yang telah dibuat tersebut dilanggar, sudah barang tentu ada sanksi hukumnya. “Jadi kalau sistemnya pemerataan, atau 1 bendera dapat 1 paket pekerjaan, berarti tidak ada seleksi atau evaluasi serta verifikasi mengenai keberadaan CV-nya,” terang sumber yang berasal dari salah satu tokoh masyarakat.. (wan)

Read more »

 
Cheap Web Hosting | Top Web Hosts | Great HTML Templates from easytemplates.com.