Kediri DOR Group

Anti Korupsi

Jumat, 01 April 2011

Kasus RSUD Gambiran II “Abu-abu” Penyidik Kejari Kota Kediri “Sewot ”

Ada pesan singkat dari kalangan aktifis menyebutkan, adanya indikasi gratifikasi pada dugaan kasus mega proyek RSUD Gambiran II hingg miliaran rupiah. “Bayar Rp 3 miliar, kasus Gmbiran II aman dan bebas,”beber sumber dari kalangan LSM. Benarkah?


KEDIRI, Koran DOR – MESKI dugaan adanya permainan haram pada mega proyek RSUD Gambiran II, beserta kasus pengadaan barang percetakan BKS di institusi Dinas Pendidikan (Dindik) Kota Kediri, kian terang. Namun belakang ini, justru timbul sikap “arogan” yang diperlihatkan oleh pihak tim penyidik Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Kediri.

Dugaan kasus BKS dan mega proyek RSUD Gambiran II, seakan jadi kobaran api sekaligus “peluang” mendulang emas murni. Dampaknya, aksi “buka-tutup” kian terasa diterapkan penyidik. Agus Eko Purnomo, SH tampaknya jadi pemegang peranan paling penting. 

Ketika para wartawan menanyakan sejauh mana perkembangan penyidikan kasus yang diduga dilakukan oleh oknum Dinas Pekerjaan Umum (DPU) Kota Kediri, hingga mengakibatkan kerugian keuangan Negara sekitar Rp 5 miliar. Begitu pula, Dindik Kota Kediri, sekitar Rp 2 miliar itu, tak hanya aksi saling lempar, aksi sewot pun ditunjukan.

Faktanya, Kamis, (17/3/11) pekan lalu, Agus Eko Purnomo, SH sebagai tim penyidik dugaan Kasus mega proyek RSUD Gambiran II, juga selaku tim penyidik tersangka Bambang Tetuko, saat ditemui wartawan koran ini di ruang kerjanya, guna mengkonfirmasi terkait perkembangan dugaan kasus tersebut menyatakan, ogah dimintai keterangan.

“Anda langsung saja tanya ke Kajari. Terserah anda beritakan saya apa saja. Kenapa cuma nama saya saja yang anda beritakan, tapi Kasi Pidsus (Hadi Sujito- red ) tidak Anda beritakan. Ada apa ini, pasti ada sesuatu kan? Jadi anda langsung saja tanya ke Kasi Pidsus, anda kan sering cangkruk di sana. Saya kan tidak kenal dengan anda, tapi kenapa anda lakukan seperti itu sama saya. Tho saya juga tidak kenal dengan media kecil-kecil, tapi saya kenal dengan media yang besar-besar,” ujarnya rada sewot.

Perlu diketahui, justru kasipidsus selama ini yang selalu memberikan penjelasan serta keterangan pada Koran DOR terkait hasil pemeriksaan dari saksi-saksi yang disidik olehnya.

Sikap arogansi dilakukan oleh penyidik tersebut pada jurnalis sangat disayangkan para aktifis. Seperti Tommy Ari Wibowo SE, Ketua IPK, salah satunya. “Jika sikap penyidik seperti itu, sangat jelas tidak etis. Sebab, profesi wartawan itu sama, tidak ada bedanya. Dan seharusnya penyidik tidaklah bersikap seperti itu pada rekan-rekan wartawan yang sedang menjalankan tugasnya sebagai kontrol sosial,” tandasnya, Jumat (18/3) pekan lalu, via telpon gengamnya. 

Lebih lanjut Tomy mengatakan, penyidik harusnya memahami atau mengerti tentang Undang-undang KIP, sehingga tetap menjunjung azas keterbukaan sesuai Undang Undang RI nomer 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. 

Dijelaskannya, Undang-undang Keterbuak Informasi Publik (KIP), pasal 3 huruf a, menyebutkan, menjamin hak warga negara untuk mengetahui pembuatan kebijakan publik, program kebijakan publik dan proses pengambilan keputusan publik dan tidak kalah pentingnya pasal 3 hurup d, yang berbunyi mewujudkaan penyelengara negara yang baik, yaitu transparan, efektif dan evesien akuntabel serta dapat dipertangung jawabkan.

Sementara, Sumber Koran DOR menilai sikap penyidik Korp Adhiyaksa Kota kediri, dalam menangani kasus-kasus KKN, baik mega proyek RSUD Gambiran II, maupun pengadaan Buku Kerja Siswa ( BKS ) di Dinas Pendidikan Kota Kediri tahun anggaran 2009 semakin tidak jelas dan terkesan ditutup-tutupi. 

Sepertihalnya, pemanggilan saksi-saksi dari pihak sekolah sebagai penerima BKS hanyalah sebagian proses yang terkesan memperpanjang. Kenapa demikian ? Karena sebenarnya sekolah lah sumber awal data siswa yang berhak menerima BKS. Salah benarnya jumlah pengadaan BKS berasal dari masing-masing sekolah. 

Kalau mau bicara benar pokok permasalahan ini, maka pihak pertama yang mesti disalahkan adalah sekolah. Jika ada kekurangan jumlah BKS yang diterima karena tidak sesuai jumlah siswa patut ditanyakan kenapa sekolah memberikan data yang salah mengenai jumlah siswanya ? Kenapa justru Ketua Lelang, dan PPTK yang disalahkan ? Apakah hanya sekedar mencari kambing hitam dan melepaskan pihak yang paling bertanggungjawab? 

Dari berita yang lalu sudah dijelaskan, jika sumber permasalahan yang dituduhkan kejaksaan mengenai kerugian Negara sangat tidak jelas. Kerugian di mana ? Pada spesifikasi teknis atau di pelaksanaannya? Kalau tuduhan pasal 2 dan 3 UU no 31 tahun 1999 yang digunakan, maka harus dibedakan pengenaannya. Karena setiap penggunaan anggaran tidak bisa keluar begitu saja. Tetapi melalui proses yang panjang, mulai perencanaan sampai dengan proses penentuan rekanan pelaksana.

Kejaksaan menggunakan pasal tersebut pada proses yang mana? Perencanaan atau pelaksanaan? Juga tidak jelas. Sehingga muncul asumsi, bahwa kejaksaan menerapkan pasal pokok’e (pokoknya) alias membabibuta.
Kalau ada kesalahan perencanaan, berarti kesalahan terletak pada perencana. Jika pada pelaksanaan, berati kesalahan terletak pada proses pelaksanaan. Dan dua-duanya yang paling bertanggungjawab adalah Pengguna Anggaran dalam hal ini adalah Kepala Dinas Pendidikan. 

Sementara dari sumber BPKP hasil pemeriksaan di Dinas Pendidikan Kota Kediri, tidak ada resume temuan. Artinya pengadaan BKS tahun 2009 dinyatakan tidak ada permasalahan. Lantas kenapa kejaksaan tetap ngotot mengatakan ada kerugian Negara ? Apakah tugas kejaksaan mengadakan audit anggaran Kalau memang demikian, berarti kejaksaan telah melecehkan kinerja BPKP serta tidak tunduk pada UUD 1945 dan UU No 15 tahun 2006, tentang Badan Pemeriksa Keuangan. 

Padahal pada UU no 16 tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia telah jelas menyebutkan, bahwa tugas dan wewenang jaksa pada pasal 30 ayat (1) huruf a-e tidak ada menyangkut fungsi audit keuangan. Tetapi sebagai penuntut dan penyidik atas suatu tindak pidana.

“Satu hal lagi, kejaksaan telah menetapkan status tersangka pada 5 orang tanpa melakukan permintaan audit investigatif dari BPK sebagai pelaksan tunggal audit keuangan Negara. Ini sudah menyalahi prosedur MoU bersama antara BPKP, Kejaksaan RI dan Polri. Serta edaran dari Jaksa Agung mengenai MoU tersebut. Lantas bagaimana endingnya,” urai sumber itu. (wan)
Read more »

 
Cheap Web Hosting | Top Web Hosts | Great HTML Templates from easytemplates.com.