Kediri DOR Group

Anti Korupsi

Rabu, 29 Desember 2010

Skandal Pengadaan BKS 2009 Kejari Kota Kediri Tetapkan Tiga Tersangka

Nasib beberapa pejabat Dindik lainnya bagaikan di ujung tanduk. Karena dipredikasi pasti turut jadi tersangka.

 
KEDIRI, Koran DOR – SKANDAL dugaan Kasus Korupsi di institusi Dinas Pendidikan (Dindik) Kota Kediri, kini tengah mengelinding bak bola api yang semakin memanas.
Betapa tidak, terkait dugaan kasus yang merugikan negara hingga miliaran rupiah itu, Kejaksaan Negri (Kejari) Kota Kediri, sudah menetapkan tiga tersangka, yakni berinisial BT, UL dan WS.
     Tapi, tidak menutup kemungkinan, dalam kasus Pengadaan Buku Kerja Siswa (BKS) itu masih akan menyeret pejabat-pejabat yang terlibat dalam permainan haram tersebut.
     Sebagaimanan diungkapkan Kepala Seksi Pidana Khusus (Kasi Pidsus) Kejari Kota Kediri, Hadi Sujito ketika dikonfirmasi Koran DOR, Selasa, (21/12) pekan lalu, bahwa pihak kejaksaan selain sudah menetapkan tiga tersanka, nama-nama tersangka lainya sudah dikaantonginya.
     “Kami sudah menetapkan tiga tersangka, yakni BT, UL dan WS. Tapi tidak menutup kemungkinan bakal ada tersanka laianya lagi,” paparnya.
     Hadi, biasa disapa ini tengah berencana segera memanggil para saksi berikutnya untuk dimintai keterangan, namun tanggal nya tidak bersamaan. “Tim kami akan memangil tiga saksi lagi. Tapi waktunya tidak bersamaan,” katanya.
     Tri Ratna Wati misalnya, lanjut Hadi Sucipto, akan dimintai keterangan pada tanggal 23 Desember 2010. Sedangkan, Warsito, mantan bidang pembendaharaan dan verifikasi dan Ir. Sugeng selaku Kabid. Sosial Budaya (Sosbud) akan dimintai keterangan pada tangal 28 Desember 2010.
     Sekadar diingat, dugaan kasus tersebut bermula ketika banyak kejangalan diketemukan pada proyek pengadaan BKS tahun anggaran 2009 dengan nilai pagu sekitar Rp 9 miliar. Kemudian pengadaan itu dimenangkan oleh PT. Temprina Media Graha, Cab. Ngrajek-Nganjuk, Jawa Timur dengan nilai tawar Rp 4,5 miliar.
     Pengadaan BKS itu diperuntukkan bagi para siswa-siswi se-Kota Kediri, antara lain dari mulai tingkat, Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA) hingga Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dan sederajat.
     Menurut Hadi Sujito, dugaan penyimpangan lelang BKS tersebut, diketahui dari ketidak sesuaian spesifikasi buku dalam Rencana Kerja dan Syarat-syarat (RKS) yang ditentukan. Yang paling pokok adalah dua hal yaitu, kertas dan cetakan.
     Sesuai spesifikasi dan RKS, ada tiga syarat yang wajib ditaati. Antara lain, ukuran kertas BKS yaitu ( 19,5 cm X 27 cm), bahan BKS berupa, cover ad paper dengan berat 150 gram isi kertas CD putih, cetakan BKS adalah cover full color, isi satu warna dalam dan luar.
     Sementara itu, pihak Disdik Kota Kediri belum hingga berita dilansir secara beruntun, namun belum berhasil dikonfirmasi. Terpisah, Kepala Bagian Hubungan Masyarakat (Kabag Humas) Pemkot Kediri, Nur Muhyar, enggan berkomentar. (wan)
Read more »

Pembangunan RSUD Gambiran II Kota Kediri Betul-betul Bagaikan Proyek Siluman Larang Wartawan Meliput

Sekalipun disebut sebagai proyek ilegal, dan anggota DPRD Kota Kediri pernah mengungkapkan akan menghentikan proyek ini. Karena belum punya Amdal. Nyatanya, tidak ada tindakan apapun. Inikah bukti, bahwa Pejabat Pemkot Kediri telah sukses menerapkan KUHP alias Kasi Uang Habis Perkara? 


Bangunan RSUD Gambiran II Kota Kediri
KEDIRI, Koran DOR – PERMAINAN haram sarat menghiasi Mega proyek pembangunan RSUD Gambiran II Kota Kediri, semakin tampak benar adanya. Pasalnya, selain pengumuman lelang proyek RSUD Gambiran II yang dimuat di media cetak harian nasional, diduga kuat cacat hukum dan Analisa Mengenai Dampak Lingkunngan (Amdal) hingga kini belum ada, serta diduga kuat, melenceng dari Spesifikasikdan Rencana Anggaran Belanja (RAB).
     Proyek ini seakan jadi proyek siluman yang senatiasa dijaga ketat , agar tidak diketahui pihak luar. Sampai-sampai ketika wartawan berniat mengambil gambar bangunan RSUD Gambiran II Kota Kediri yang masih dalam proses pelaksanaan itu. Selasa, (21/12) pekan lalu, dilarang dan diusir para securitiyatau satpam yang berjaga di tempat. Alasannya, atas dasar perintah dari sang mandor bernama Tandi.
    Sebelum diusir, wartawan Koran ini, dibentak-bentak oleh Tandi diketahui selaku mandor proyek Pembangunan RSUD Gambiran II itu. “Mana surat izinnya, kamu sudah dapat izin dari DPU atau belum?, ini milik DPU, jadi kamu harus izin sana dulu,” bentaknya.
     Setelah habis-habisan membentak sang pemburu berita ini, Tendi ketika ditanya kapasitas dia sebagai apa di sini dan apakah memang harus izin terlebih dulu? Tendi malah berlalu dan meninggalkan wartawan Koran DOR tanpa bisa memberikan jawaban.
     Siswanto warga setempat yang mendengar cerita sikap Tendi nampak ikut kecewa, karena ternyata uang ratusan miliar dari APBD itu seakan tidak terlihat sama sekali. “Mas, kita ini warga Kota Kediri sudah uangnya dipergunakan tidak jelas. Eh, masih saja bangunan masyarakat koq diklaim bukan milik masyarakat. Sudah terlalu ngawur itu,“ ujarnya.
     Dari pengamatan Siswanto, selama ini belum pernah ada wartawan yang beranai masuk kedalam untuk mengambil gambar bagunan itu. “Setahu saya, wartawan-wartawan yang igin memfoto bagunan itu, dari luar semua Mas. Karena setiap ada wartawan masuk, selalu dihalang-halangi oleh satpam yang selalu siap siaga di posnya,” ucap Siswanto.
     Padahalal, susuai Undang-undang Republik Indonesia Nomer 40 Tahun 1999 Tentang PERS, pada BAB VIII, terdapat ketentuan Pidana, yakni pasal 18 ayat 1 menyebutkan, “Setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
     Perlu diketahui, berdasarkan pada keputusan Walikota Kediri Nomor 600 tahun 2009 tanggal 14 Juli 2009 tentang pembangunan RSUD Gambiran II Kediri berlangsung secara multi years selama empat tahun. Anggaran total yang digunakan sebesar Rp 234 milliar. Dengan rincian, pada tahun 2009 dianggarkan Rp 19 miliar, tahun 2010 sebesar Rp 38 miliar.
     Dan pelaksana proyek pembangunan yang dinilai kalangan aktifis “ilegal” itu adalah PT. Murni, kantor pusat Makasar, kantor Cabang, Sidoarjo. Pemilik Aksa Makmut ( Boswa Group).
     Ditemui di ruang kerjanya, Ir Kasnan ketika dikonfirmasi perihal apakah harus izin dulu ke kepala Dinas DPU apabila mau mengambil foto Proyek Gambiran II? Serta merta Karnan mebantah. “Tidak Mas, tidak harus izin ke PU kalau ambil gambar. Dan setidaknya mareka tidak bersikap seperti itu,“ jelas Kasnan membela diri.
    Namun sayang, Kasnan engan dikonfirmasi lebih lanjut, dengan dalil akan menghadiri undangan. “Maaf saya tinggal, karena saya mau mengahadiri undangan,” elaknya. (wan)

Read more »

Oknum LPMK Dituding Selewengkan Dana Kompensasi


KEDIRI, Koran DOR - WARGA Kelurahan Pakunden, Kec. Pesantren, Kota Kediri, nampaknya kini tengah bergejolak. Pasalnya, oknum LPMK dinilai tidak transparan dalam mengelola kopensasi atau bantuan sarana prasarana pembangunan dari pengunaan lahan bekas tanah Kelurahan Pakunden yang digunakan untuk mendirikan Rumah Sakit Umum Daerah Gambiran II Kota Kediri.
     Selain tidak transparan, warga juga menuding oknum LPMK Pakunden telah melakukan penyelewengan dana kopensasi sekitar Rp 63 juta. Padahal dana tersebut seyogianya dipergunakan untuk kegiatan-kegiatan di Kelurahan Pakunden.
     Sebagaimana diungkapkan sumber berinisial S, bahwa Kelurahan Pakunden telah mendapatkan anggaran sekitar Rp 63 juta, dimana anggaran itu telah turun melalui LPMK. Namun kejelasan tentang anggaran tersebut, warga setempat tidak ada yang tahu.
     Beberapa kegiatan yang didanai oleh kompensasi RSUD lewat LPMK Kelurahan Pakunden yang janggal diantaranya, kegiatan rutin Musyawarah LPMK dengan RI/RW, Karang Taruna dan PKK ini dianggarkan 12 kali kegiatan selama 1 tahun dengan mengundang 50 warga serta memberikan uang bensin masing-masing Rp15 ribu, sehingga bila ditotal sebesar Rp 9 juta dana yang dikeluarkan,
     Namun menurut warga, kegiatan itu hanya dilaksanakan 2 kali serta jumlah warga yang datang hanya sekitar 25 orang. Ada lagi penggunaan anggaran yang digunakan sebagai tali asih LPMK lama untuk pembelian baju celana senilai Rp 250 untuk 13 orang. Tapi kenyataanya tali kasih itu hanya diberikan untuk 2 orang anggota LPMK lama.
     Yang sangat menyedihkan adalah adanya mark-up dana sembako kepada warga miskin Kelurahan Pakunden dan Bence tiap RT 15 orang dengan total anggaran 15 x 41 Rt x Rp 40.000,- sehingga besarnya Rp 24.600.000. Namun realitanya, warga Kelurahan Pakunden belum menerima hak mereka dari dana itu. Lalu ke mana ngendonnya dana itu?
     Di saat pemerintah sedang gencar-gencarnya ingin memberantas korupsi. Ternyata oknum yang dipercaya masyarakat justru memanfaatkan peluang emas dalam mengeruk keuntungan haram di tengah penderitaan warga yang seharusnya mendapatkan hak-haknya.
     Dengan adanya keresahan warga terhadap oknum LPMK yang diduga menyelewengkan dana itu, Andy Siregar SH selaku ketua LSM Merah Putih mengatakan, akan melaporkan kasus ini. “Kita akan melengkapi bukti penyelewengan dan melaporkan dugaan korupsi yang merugikan itu ke pihak tipikor Kota Kediri, karena masyarakat bukan cuma alat yang digunakan untuk meraup keuntungan pribadi oleh segelintir oknum yang tidak punya tangung jawab,” tegasnya.
     Sementara ketua LPMK Kelurahan Pakunden, Sunardi, hingga berita ini diturunkan, belum berhasil dikonfirmasi terkait indikasi penyelewengan pada penggunaan anggaran kompensasi RSUD Gambiran II Kota Kediri tersebut. (wan)

Read more »

 
Cheap Web Hosting | Top Web Hosts | Great HTML Templates from easytemplates.com.